Dialog publik “ Tema Urgensi Pemilih Pemula dan Pemilih Millennial dalam Pemilu 2019″.

16 Feb 2019

KOTA SERANG – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Serang mengadakan dialog publik terkait pemilu 2019 bertajuk ‘Urgensi Pemilih Pemula dan Pemilih Milenial dalam Pemilu 2019’.

Acara ini terselenggara  Bekerja sama dengan  Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Banten, kegiatan tersebut berlangsung di Aula Kantor Wali Kota Serang dan diikuti oleh beberapa mahasiswa dan pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM ) Serang.

Total Jumlah pemilih milenial mencapai  41,48% dari jumlah pemilih secara keseluruhan. Angka ini menunjukkan bahwa jumlah pemilih milenial tergolong signifikan dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.

Dalam acara tersebut, Fakhrur Khafidzi  selaku Ketua Presidium BEM Serang  menyampaikan dalam sambutannya, bahwa momentum pemilu 17 April 2019 nanti, mahasiswa bukan hanya sekedar berbicara  tentang bagaimana  memilih pemimpin negara saja, akan tetapi tentang bagaimana pemimpin dapat membangun masa depan negara Indonesia menjadi lebih baik lagi.

“Karena dengan kita memilih kita dapat terlibat dalam menentukan masa depan negara. Jika pemilih berdaulat, maka negara kuat,” ujarnya.

Sementara itu,  tujuan kegiatan tersebut untuk memberikan sosialisasi kepada pemilih pemula dan pemilih milenial agar dapat memahami pentingnya menggunakan hak pilih serta cerdas dalam memilih ungkap Fakhrur.

“Kaum milenial Indonesia sering disalahartikan sebagai entitas monolitik yang akan merespons secara positif terhadap kampanye politik yang mencolok dan sensasional,” sebutnya.

Namun, dikatakan Fakhrur kaum milenial jarang sepakat ketika menyangkut partisipasi politik. Beberapa orang menganggap bahwa kebanyakan kaum milenial tak peduli politik, berdasarkan temuan survei yang menunjukkan pemilih muda yang rendah pada pemilu 2014.

“Secara historis, pemuda Indonesia telah memainkan peran penting di banyak titik kritis proses politik negara, seperti Sumpah Pemuda dan gerakan reformasi tahun 1998,” ungkapnya.

Dalam konteks modern, lanjutnya, partisipasi politik tidak bisa diukur melalui cara-cara konvensional untuk memilih surat suara.

“Kegiatan seperti berpartisipasi dalam kesukarelaan politik, gerakan sosial, protes, dan berbagi materi terkait kampanye di media sosial, juga merupakan bentuk ekspresi politik—yang melibatkan anak muda yang aktif dan melek teknologi,” lanjutnya.

Selain itu, dirinya mengatakan bahwa partisipasi politik dan preferensi generasi milennial dipengaruhi oleh sejumlah besar faktor, termasuk pembagian berdasarkan tempat tinggal di perkotaan dan pedesaan. (Iqbal

16 Feb 2019

KOTA SERANG – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Serang mengadakan dialog publik terkait pemilu 2019 bertajuk ‘Urgensi Pemilih Pemula dan Pemilih Milenial dalam Pemilu 2019’.

Acara ini terselenggara  Bekerja sama dengan  Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Banten, kegiatan tersebut berlangsung di Aula Kantor Wali Kota Serang dan diikuti oleh beberapa mahasiswa dan pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM ) Serang.

Total Jumlah pemilih milenial mencapai  41,48% dari jumlah pemilih secara keseluruhan. Angka ini menunjukkan bahwa jumlah pemilih milenial tergolong signifikan dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.

Dalam acara tersebut, Fakhrur Khafidzi  selaku Ketua Presidium BEM Serang  menyampaikan dalam sambutannya, bahwa momentum pemilu 17 April 2019 nanti, mahasiswa bukan hanya sekedar berbicara  tentang bagaimana  memilih pemimpin negara saja, akan tetapi tentang bagaimana pemimpin dapat membangun masa depan negara Indonesia menjadi lebih baik lagi.

“Karena dengan kita memilih kita dapat terlibat dalam menentukan masa depan negara. Jika pemilih berdaulat, maka negara kuat,” ujarnya.

Sementara itu,  tujuan kegiatan tersebut untuk memberikan sosialisasi kepada pemilih pemula dan pemilih milenial agar dapat memahami pentingnya menggunakan hak pilih serta cerdas dalam memilih ungkap Fakhrur.

“Kaum milenial Indonesia sering disalahartikan sebagai entitas monolitik yang akan merespons secara positif terhadap kampanye politik yang mencolok dan sensasional,” sebutnya.

Namun, dikatakan Fakhrur kaum milenial jarang sepakat ketika menyangkut partisipasi politik. Beberapa orang menganggap bahwa kebanyakan kaum milenial tak peduli politik, berdasarkan temuan survei yang menunjukkan pemilih muda yang rendah pada pemilu 2014.

“Secara historis, pemuda Indonesia telah memainkan peran penting di banyak titik kritis proses politik negara, seperti Sumpah Pemuda dan gerakan reformasi tahun 1998,” ungkapnya.

Dalam konteks modern, lanjutnya, partisipasi politik tidak bisa diukur melalui cara-cara konvensional untuk memilih surat suara.

“Kegiatan seperti berpartisipasi dalam kesukarelaan politik, gerakan sosial, protes, dan berbagi materi terkait kampanye di media sosial, juga merupakan bentuk ekspresi politik—yang melibatkan anak muda yang aktif dan melek teknologi,” lanjutnya.

Selain itu, dirinya mengatakan bahwa partisipasi politik dan preferensi generasi milennial dipengaruhi oleh sejumlah besar faktor, termasuk pembagian berdasarkan tempat tinggal di perkotaan dan pedesaan. (Iqbal)